fbpx

DINAMIKA MANAJEMEN HAJI INDONESIA – ARAB SAUDI

dinamika managemen haji indonesia arab saudi

Hasuna.co.id – Ibadah Haji merupakan ibadah yang wajib dilakukan oleh semua umat Islam bagi yang memiliki kemampuan baik dari sisi lahiriah, batiniah, dan juga finansial. Kewajiban pelaksanaan ibadah haji pun hanya dilakukan sekali dalam seumur hidup. Rasulullah SAW melaksanakan ibadah haji selama masa hidupnya hanya sekali yaitu Haji Wada. Pelaksanaan haji dari masa ke masa memiliki nilai historis yang luar biasa. Karena ritual haji sudah dilakukan sejak zaman Nabi Adam ‘Alaihis Salam. Hingga sekarang pelaksanaan tersebut masih dilakukan umat Islam di seluruh penjuru dunia. Hal ini menjadi menarik didiskusikan, karena pada abad ke-20 ini animo masyarakat muslim yang hendak melaksanakan ibadah haji semakin bertambah banyak. Perjalanan haji penduduk nusantara dari era pra kolonial, hingga kemerdekaan menjadi menarik untuk ditelaah kembali.

Dimulainya perjalanan haji penduduk Indonesia ke tanah suci telah dilakukan sejak awal mula Islam bersentuhan dengan masyarakat di Nusantara sekitar abad ke-12 M, hanya saja tidak diketahui secara pasti siapa dan kapan penduduk Nusantara yang mula pertama menunaikan ibadah haji ke Mekkah. Menurut literatur sejarah, bahwa pertama kali yang melaksanakan haji bukanlah Jemaah haji, melainkan para pedagang, utusan sultan, dan para musafir penuntut ilmu. Sejak abab 16 hingga 17 mereka telah berkunjung ke Hijaz untuk melaksanakan pekerjaan sembari melaksanakan ibadah haji.

Perjalanan sejarah pengelolaan haji di Indonesia patut menjadi perhatian bersama. Dari sisi pengelolaan pelaksanaan perjalanaan ibadah haji pada era pra kolonial belum terorganisir secara resmi, sehingga dari sudut pandang manajemen, perjalanan ibadah haji dikelola hanya ala kadarnya. Zubaedi (2016) menyatakan bahwa pengelolaan perjalanan ibadah haji dianggap sukses jika memenuhi beberapa faktor seperti faktor keamanan, kesehatan, pelayanan petugas, juga peraturan yang tidak tumpang tindih.

Pada masa penjajahan kolonial Belanda, penyelenggaraan ibadah haji dilakukan untuk menarik hati rakyat sehingga mengesankan bahwa pemerintah Hindia Belanda tidak menghalangi umat Islam melaksanakan ibadah haji meskipun dengan keterbatasan fasilitas yang sebenarnya kurang bermartabat, dimana pengangkutan haji dilakukan dengan kapal Kongsi Tiga yaitu kapal dagang yang biasa digunakan untuk mengangkut barang dagangan, demikian juga tempat istirahat jemaah haji di kapal sama dengan kapal untuk mengangkut ternak. Faktor dominan dalam masalah perjalanan haji pada masa penjajahan ini adalah mengenai keamanan perjalanan dan fasilitas angkutan jamaah haji yang masih sangat minim.

Akibat tekanan dari penjajahan kerajaan Belanda tersebut, menimbulkan pergolakan bagi kaum pribumi untuk melawan. Hal tersebut juga mempengaruhi kebijakan Belanda yang menguasai nusantara dalam hal pembatasan perjalanan Haji ke Makah. Hingga akhirnya membatasi calon jamaah haji yang hendak berangkat ke Makah bertujuan untuk mengendalikan perlawanan pribumi ketika sekembali dari ibadah haji. Usaha tersebut juga dilakukan oleh Gubernur Jenderal Daendels pada tahun 1810. Untuk memantau pergerakan calon jamaah haji asal nusantara, ia membuat aturan bahwa calon jamaah haji harus menggunakan pas jalan ketika hendak pergi berhaji.

Pada masa awal kemerdekaan, pengelolaan haji dilakukan sepenuhnya oleh Penyelenggara Haji Indonesia (PHI) di setiap karesidenan. Melihat besarnya keinginan masyarakat dalam menunaikan ibadah haji, membuat pemerintah mengambil alih dalam hal pengelolaannya. Saat dibentuknya Kementerian Agama sebagai bagian dari unsur kabinet pemerintahan, maka penyelenggaraan haji dibebankan kepada pemerintah. Sebelumnya, pada tahun 1950, Badan Kongres Muslimin Indonesia mendirikan Panitia Perbaikan Perjalanan Haji Indonesia, ini merupakan sebuah yayasan yang dikhususkan untuk mengelola kegiatan dalam penyelenggaraan haji.

Kedudukan PPHI semakin kuat tatkala Menteri Agama mengeluarkan Surat Kementerian Agama RIS No. 3170 Tahun 1950 dan Surat Edaran Menteri Agama RIS No. A. III/I/648 Tahun 1950 yang menunjuk PPHI sebagai lembaga yang sah di samping pemerintah untuk mengurus dan menyelenggarakan Ibadah Haji di Indonesia.

Pada masa orde baru, penyelenggaraan haji mulai ditata dengan baik. Sejak Departemen Agama didirikan, penyelenggaraan haji di bawah Direktur Jenderal Urusan Haji. Hal ini lah yang kemudian pemerintah membuat pembenahan tata kelola dalam mengurusi urusan haji, dari mulai penetapan besaran biaya haji, juga sistem manajerialnya. Pengelolaan haji merupakan tugas berat yang membutuhkan perhatian khusus. Pengelolaan haji tidak cukup hanya bertumpu pada pengalaman saja, namun harus disertai dengan sumber daya yang mendukung untuk mencapai pengelolaan yang baik. Menurut Sari Muliani (2019), calon jamaah haji mengalami peningkatan seiring dengan perbaikan mutu pelayanan yang dikelola oleh pemerintah.

Penyelenggaraan haji pada masa reformasi berbeda dengan masa-masa sebelumnya. Pada masa ini penyelenggaraan haji sudah mulai terbuka dan transparan bagi publik. Masyarakat pun mulai menginginkan kualitas penyelenggaraan pelayanan haji semakin baik. Perusahaan penerbangan untuk mengangkut jamaah haji pun tidak lagi dimonopoli oleh perusahaan milik pemerintah yaitu PT Garuda Indonesia. Akan tetapi pemerintah sudah membuka diri dan mengajak perusahaan asing untuk bergabung dalam melayani penerbangan calon jamaah haji Indonesia, seperti perusahaan Saudi Arabian Air Lines.

Di masa awal reformasi juga pemerintah membuat satu undang-undang baru sebagai sebuah pijakan dalam penyelenggaraan ibadah haji Indonesia. Tahun 1999 diterbitkan undang-undang nomor 17 tahun 1999. Dengan keluarnya undang-undang ini, penyelenggaraan ibadah haji berpijak pada ketentuan undang-undang ini. Adapun penyelenggaraan haji di Arab Saudi mengikuti kebijakan yang diterapkan Negara tersebut yang tercantum dalam Taklimatul Hajj.

Yang menjadi masalah disini adalah pemerintah dituntut harus melakukan perubahan dan penambahan jumlah kuota tiap tahunnya. Apalagi pada zaman sekarang yakni harus mengurangi pertemuan banyak orang jadi semua kegiatan diharapkan bisa dilaksanakan secara online tanpa hrus bertemu banyak orang. Jadi harus diadakan diplomasi antara Indonesia dengan Arab Saudi, hingga akhirnya dilaksanakannya diplomasi bilateral Indonesia dengan Arab Saudi.

Indonesia dengan Arab Saudi memperkuat komunikasi bilateral atau melakukan negosiasi Goverment to Goverment dengan Arab Saudi dan melibatkan tidak hanya Goverment to Goverment tetapi juga melibatkan Non Goverment yaitu Biro Haji. Pemerintah Indonesai melakukan negosiasi kepada pemerintah Arab Saudi disini terjalin pertemuan antara pemerintah dengan pemerintah karena sebagai aktor penting suatu negara. Dalam pertemuan ini pemerintah Indonesia meminta pemerintah Arab Saudi membatalkan pemotongan kuota jemaah haji khusus Indonesia, apabila pemotongan tidak bisa terhindari, pemerintah Indonesia akan meminta kuota haji Indonesia pada 2014 sebesar 120 %. Pemerintah Indonesia akan menuntut kerugian pada pemerintah Arab Saudi karena pemerintah Arab Saudi, terlambat dalam mengambil keputusan akibat Masjidil Haram tidak bisa selesai masa renovasinya pada masa haji.

Karena adanya batas kuota jamaah haji membuat terjadinya waiting list pada jamaah haji tersebut, pada tahun ini waiting list haji sudah mencapai paling cepat 14 tahun dan paling lama yaitu 35 tahun untuk haji reguler. Ada beberapa faktor yang menyebabkan waiting list tersebut yaitu dari aspek sosiologis.

Yang pertama yaitu perkembangan zaman, dengan berkembangnya zaman dan bertambah banyaknya jemaah haji setiap tahun, sementara fasilitas terbatas, maka pemerintah Arab Saudi menetapkan jatah atau kuota haji untuk setiap negara. Jatah tersebut biasanya ditetapkan berdasarkan jumlah kaum muslimin yang ada di negara bersangkutan. Namun pada prakteknya, setiap tahun jumlah jemaah yang ingin menunaikan ibadah haji selalu lebih banyak dibanding kuota yang disediakan. Meski mendapat kuota terbanyak, jumlah itu masih dirasa kurang karena antusiasme masyarakat sangat tinggi untuk menunaikan ibadah haji.

Yang kedua yaitu animo masyarakat yang ingin mengulang untuk melaksanakan haji. Seharusnya jika mereka sudah pernah berhaji, mereka harus memiliki rasa toleransi agar mendahulukan kemaslahatan umum. Namun, mereka justru turut serta antre bertahun tahun untuk bisa mendapat seat kembali karena keterbatasan kuota.

Hal ini menjadi tugas pemerintah untuk selalu melakukan perkembangan pada manajemen haji Indonesia dengan Arab Saudi agar tidak terjadi waiting list yang berkepanjangan. Tentunya dengan penambahan kuota haji, memberikan pemahaman kepada para elite atau para pengusaha agar sadar bahwa kewajiban berhaji hanya sekali tidak dianjurkan untuk melakukan pengulangan haji.

 

Penulis : Ahmad Isnanto Muttahidin (Jurusan Manajemen Dakwah, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta) 

 

Baca Juga Artikel Menarik dari Hasuna Umrah Jogja

Berikut 5 Rukun Khutbah Jumat Yang Harus Terpenuhi

Hasuna.co.id – Halo sahabat Hasuna, mungkin saja diantara sahabat ada yang sedang ingin berlatih Khutbah Jumat. Maka Hasuna akan memberikan sedikit penjelasan berkaitan dengan 5 rukun Khutbah Jumat. Semoga menjadi ilmu yang bermanfaat untuk semuanya.

cara mencapai kebahagiaan

Tips! 5 Cara Mencapai Kebahagiaan Hidup dalam Islam

Hasuna.co.id – Hidup ini tidak selalu berjalan mulus seperti apa yang kita kehendaki. Terkadang kita perlu melewati masa-masa sulit yang membuat kesal dan putus asa. Islam sendiri mengajarkan kita untuk mempunyai tujuan dalam hidup. Sahabat

syukur arab buka penerbangan internasional lagi

Syukur Arab Buka Penerbangan Internasional Lagi, Umroh Bisa?

Hasuna.co.id – Assalamualaikum Sobat Hasuna? Pasti beberapa dari Hasuna sudah merindukan pergi ke tanah suci. Beberapa waktu yang lalu Arab Saudi mengumumkan bahwa akan membuka penerbangan internasional. Namun, untuk umroh akan diberikan izin secara bertahap.

Ibadah Umrah pada Masa Pandemi Covid-19

Hasuna.co.id – Sudah hampir satu tahun seluruh dunia terkena musibah, yaitu tersebarnya virus Covid-19, dan telah menyebabkan banyak korban meninggal. Beberapa aspek kehidupan, seperti kegiatan ekonomi dan sosial, harus terhambat akibat pandemi. Peristiwa yang termasuk

KANTOR PUSAT

Jl. Ipda Tut Harsono No.3, Muja Muju, Kec. Umbulharjo, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta 55165.

KANTOR HASUNA

© 2019 Hasuna Tour All right reserved